CONTOH CERPEN BAHASA INDONESIA (5 HALAMAN) ''SI PENJUAL GORENGAN"
Si Penjual Gorengan
Oleh Alya Adela
Angin berhembus tajam, dingin mengempa, kegelapan mengisi di setiap ruangan. Mina terbangun dari tidurnya, “Bagaimana keadaan ibu sekarang, ya? ” Gumamnya. Ia langsung bergegas menuju ke kamar sebelah tanpa cahaya, menyalakan lampu pun tidak. Mengingat rumahnya, yang bahkan dapat dikatakan tidak layak untuk dihuni, tembok yang semakin mengikis, serta hawa sesak yang selalu terasa diantara berbagai lingkungan yang sempit dan kumuh. Mina melihat ibunya yang menggigil kedinginan sedang menggunakan selimut, tertidur di lantai dengan karpet seadanya.
“ Ibu.... aku nyalakan ya lampunya? ” Bicaranya dengan lirih.
Ibunya pun langsung membuka mata,
“ Tapi buat apa nak, tidak masalah kok ibu kedinginan, ini kan sudah biasa terjadi pada ibu yang sudah sakit sakit-an ini ". Ya, Tentu saja Mina merasa tidak tega melihat ibunya yang menderita tumor otak berbaring di atas lantai.
“ Nggak apa apa bu, aku tahu pasti ibu khawatir mengenai biaya listrik rumah kita, Insyaallah Mina bisa kok, buat bayar tagihan listrik di bulan depan. Mina justru sedih jikalau melihat ibu yang kedinginan seperti ini,” jawab Mina, sembari menyalakan lampu.
Memang, selama ini Mina hanya tinggal bersama ibunya yang kondisi kesehatanya tidak memungkinkan untuk melakukan banyak aktivitas bahkan hanya beberapa. Ayahnya sudah meninggal sejak Mina masih kecil, dikarenakan sebuah kecelakaan. Dan kini hanya ada rumah sebagai peninggalan dari ayah Mina untuk dihuni bersama ibunya.
Untuk menghidupi kebutuhan sehari-hari tentu saja suatu kemampuan yang Tuhan berikan kepada Mina.
Matahari belum berani menampakan sinar-nya, Mina memasak gorengan, tentu saja untuk dijual. Setiap harinya ia selalu bersemangat memulai hari-nya untuk berjualan gorengan. Sebenarnya, di dalam hati kecil yang Mina milik,i setiap ia melihat anak sekolah yang melewati gang rumahnya, sangat ingin bagi diri Mina untuk bersekolah kembali seperti yang dahulu ia lakukan sebelum ayah-nya meninggal dunia. Berjalan menuju sekolah, diberi nasihat oleh guru karena sesekalinya Mina terlambat masuk sekolah, belajar, dan dapat riang gembira bersama teman-teman-nya setelah bel istirahat berbunyi. Kini hal tersebut hanyalah kenangan.
“ Allah selalu memberikan nikmat dan karunia untuk Mina kok," ikhlasnya dalam hati. Karena apapun yang ia lakukan untuk berjualan gorengan adalah rasa berbakti Mina terhadap ibunya.
Mina berjalan menyusuri gang rumahnya, menuju apapun yang bisa ia lewatinya untuk menjual macam-macam gorengan yang ia bawa di sebuah tampah.
“ Gorengan-gorengan “
“ Ayo pak, buk, gorengannya! “ Teriak Mina semangat.
Sesekali ada yang membeli, Mina sangat bersyukur.
“ Pisang goreng-nya 5 ya, dek! “ Pinta seorang pembeli.
“ Oh, baik bu. Ini lima ribu rupiah ya, bu “ Sahut Mina.
Pembeli tersebut memberikan uang sebesar sepuluh ribu rupiah .
“ Ini bu, kembaliannya “ Mina menyodorkan uang sebesar lima ribu rupiah.
“ Oh tidak perlu dek, disimpan saja, “ sahut Ibu pembeli yang duduk bersama anak perempuannya, yang kira-kira sebaya dengan Mina. Ia sengaja membeli pisang goreng untuknya dan anak perempuannya.
“ Alhamdulilah, terimakasih bu “ Mina sangat bersyukur, namun di sisi lain ia sedikit merasa kecewa. Dia memperoleh rezeki bukan karena usahanya sendiri, melainkan karena pemberian dari seseorang.
Mungkin ibu tersebut merasa kasihan pada Mina, ia kemudian mengajak Mina mengobrol. Tepatnya saat mereka berada di halte bus.
“ Namanya siapa? Dek “
“ Nama saya Mina bu “
“ Oh begitu, panggil saya Bu Sulastri saja, ya..." Sahut Bu Sulastri dengan senyumnya yang ramah.
“ Adek nggak berangkat ke sekolah? " Tanya Bu Sulastri.
“ Saya berjualan setiap harinya bu, belum ada biaya, “ jawabnya sedikit merasa malu.
“ Ibu merasa kagum, sepertinya Mina sangat berusaha untuk membantu orang tua-nya, ya? "
“ Iya, ben... “
Tiba-tiba anak perempuan Bu Sulastri tergeletak pingsan setelah mengonsumsi 2 buah pisang goreng yang dibeli dari Mina.
“Astaghfirullah hal'azim" Mina dan Bu Sulastri sontak terkejut.
Salah satu Bus, sebagai angkutan umum menuju sekolah pun masih belum lewat pagi itu. Setelah menunggu beberapa detik,
“Pak! taxi pak! ” Teriak Bu Sulastri kepada pak sopir taxi yang jaraknya masih sedikit berjauhan. Ia benar-benar panik dan wajahnya memucat.
“ Sekarang kamu ikut saya! ” Bu Sulastri menarik tangan Mina untuk ikut masuk ke dalam taxi bersama dirinya dan anak perempuannya yang pingsan.
“ Bu, tapi jualan saya... “ Belum sempat selesai berkata, Bu Sulastri langsung menepis tampah yang Mina bawa. Sejumlah gorengan yang akan ia dagangkan jatuh berhamburan.
Mina tentu saja merasa sangat ketakutan. Ia membendung tangis-nya.
“ Semoga putri Bu Sulastri baik-baik saja, “ doa-nya dalam hati.
“ Ke rumah sakit XX, ya pak,“ pinta Bu Sulastri kepada pak sopir dengan gugup.
Sesampainya di rumah sakit, anak Bu Sulastri langsung dibawa ke dalam ruangan. Hanya Mina dan Bu Sulastri tinggal berdua di luar ruangan.
“ Ini semua terjadi karena makanan yang kamu jual! Kamu harus bertanggung jawab atau sewaktu-waktu saya bisa tuntut kamu ke polisi! ” Bu Sulastri menunjuk ke arah Mina, hatinya gundah bercampur aduk antara kegelisahan-nya akan anak perempuannya dengan kemurkaan yang ditujukan kepada Mina.
Bu dokter keluar membuka pintu,
“ Apakah anda keluarga atas nama Erlina? ” Tanya bu dokter.
“ Benar dok! " Bu Sulastri langsung menjawab dengan sergap.
“ Silahkan masuk, pasien ada di dalam.”
Erlina sudah siuman dan menyadarkan diri.
“ Bagaimana keadaan anak saya dok? " Tanya Bu Sulastri khawatir.
“ Anak ibu mengalami gejala tifus, hal ini disebabkan akibat pola makan yang kurang sehat. Ya, mungkin karena pagi ini juga dia belum sarapan, serta kemungkinan besar pasien banyak mengonsumsi junk-food dan terlalu sering mengonsumsi makanan ber-saus."
“ O-oh begitu ya, dok. Sebenarnya tadi pagi anak saya memang belum sarapan tetapi mengonsumsi 2 buah pisang goreng, apakah mungkin ini terjadi karena pisang goreng yang dikonsumsinya tersebut? Karena putri saya belum pernah mengalami hal ini sebelumnya,” tanya Bu Sulastri seraya melirik Mina yang duduk di sampingnya.
“ Kalau begitu, tentu jelas bukan karena yang pasti Erlina memang belum sarapan dengan intensitas yang terlalu sering di setiap harinya, “ jawab bu dokter.
Setelah itu, Erlina sudah dapat pulang ke-rumahnya. Bu Sulastri menuntunnya, serta mengajak Mina ikut ke rumahnya.
Di rumah Bu Sulastri, Erlina diharuskan untuk ber-istirahat. Dikala itu, Bu Sulastri berusaha meminta maaf kepada Mina, karena prasangka buruk terhadapnya.
“ Dek Mina maafkan Ibu ya, kini ibu akan mengganti penjualan gorengan yang berhamburan tadi. Mohon diterima ya, karena jika tidak, ibu akan merasa sangat bersalah,” pinta Bu Sulastri dengan nada lembut.
Mina tak bisa menolak.
Dalam perjalanan Bu Sulastri bertanya,
“ Oh iya bagaimana tentang orang tua Mina? Ibu belum sempat bertanya ”
“ Emm, anu bu. Saya tinggal hanya bersama Ibu saya di rumah," jawab Mina agak ragu.
“ Nah, kalau begitu nanti bolehlah mampir,” senyum Bu Sulastri.
Bu Sulastri mengganti rugi dagangan Mina, dengan membeli gorengan di berbagai penjual.
Kemudian Mina dan Bu Sulastri berhenti di sebuah toko tas.
“ Lho, ada apa bu? kenapa berhenti disini,” tanya Mina penasaran.
“ Jadi, kamu harus memilih tas ya, yang sesuai dengan selera ibunya Mina. Ibu ingin menghadiahkan tas tersebut, sekalian mampir juga," Bu Sulastri berkata dengan raut wajah gembira.
“ Mina, Ibu mohon kamu jangan sungkan ya. Hal ini sangat ibu inginkan lho.. “
“ O-oh, i-iya. Terima kasih banyak bu. Ibu saya pasti akan merasa sangat senang, " Mina benar-benar tak bisa menolak untuk yang kedua kalinya. Baginya, Bu Sulastri mungkin akan sangat merasa gembira melakukan hal tersebut.
Hingga dalam perjalanan menuju ke rumah Mina, ia sendiri sangat bersyukur atas segala bentuk karunia dan nikmat yang Tuhan berikan.
Note :
Mohon maaf bila terdapat kesalahan penulisan,
Semoga bermanfaat bagi kita semua ^^
Komentar
Posting Komentar